Wilujeng Sumping, alias SELAMAT DATANG... di blog simkuring... moga-moga aya manfaat nu tiasa katampi... hapunten nu kasuhun... bilih aya raheut manah...

10 December 2010

Asal-Usul Penamaan Asyura

Ibnu Duraid menganggap bahwa Asyura adalah sebuah nama yang khas Islami, tidak dikenal pada masa Jahiliyyah. Pandangan ini dibantah oleh Ibnu Dihyah. Beliau menyatakan bahwa Ibnu al-A’rabi pernah mendengar perkataan orang-orang Jahiliyah kata-kata Khabura (yang sepadan bentuk tashrifnya dengan kalimat Asyura) dan diperkuat dengan keterangan Aisyah bahwa orang-orang Jahiliyah melakukan shaum pada hari ini.

Adapun penentuan tanggalnya, para ulama berbeda pendapat. Menurut al-Qurthubi, Asyura itu kata bilangan yang berasal dari kalimat al-‘asyir (yang kesepuluh) yang bermakna mubalaghah dan ta’zhim (bermakna lebih). Abu Manshur al-Jawaliqi menyebutkan bahwa dia tidak menemukan kalimat yang merupakan derivasi dari fa’ula selain kalimat ini (Asyura), Zharura (dari azh-Zhar ‘yang darurat’), Sarura (as-Sar), dan Dalula (ad-Dal).

Zain bin al-Munir menyebutkan bahwa kebanyakan para ulama memandang Asyura sebagai hari kesepuluh dari bulan Muharram, dan ini sesuai dengan tuntutan isytiqaq (pengambilan kata asal dalam ilmu tashrif) dan penamaan. Tapi ada juga yang menyatakan bahwa Asyura itu hari kesembilan. Salah satu alasannya adalah perkataan orang-orang Jahiliyah ketika selesai menggembala untanya. Jika mereka menggembala unta selama 8 hari, pada hari kesembilannya mereka mengatakan, “Waradna ‘isyran," (‘isyran sepadan dengan ‘asyran atau ‘asyaratun (sepuluh).

Selain itu, alasan ini diperkuat oleh riwayat Muslim dari Ibnu Abbas. Dia pernah diminta keterangan, “Kabarkanlah kepadaku tentang hari Asyura!”. Jawabnya, “Jika kamu melihat hilal Muharram, hitunglah dan jadikanlah waktu shubuh hari kesembilannya sebagai hari untuk shaum”. Dia bertanya, “Apakah Nabi Saw shaum pada hari itu?”. Jawabnya, “Ya”. Secara zhahiriyyah, riwayat itu memang menyatakan Asyura sebagai hari kesembilan.

Tetapi kata Zain bin al-Munir, kata-kata “jadikanlah waktu Shubuh” mengisyaratkan hari sesudahnya. Terlebih ada riwayat lain yang sama-sama bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Jika aku masih ada di tahun yang akan datang, aku akan shaum juga pada hari kesembilannya". Hadis riwayat Muslim ini menunjukkan bahwa yang pokok dari Asyura adalah tanggal 10 Muharram. Karena itulah, ketika Nabi Saw menginginkan ada perbedaan dengan shaumnya orang-orang Yahudi, beliau merencanakan untuk shaum pada tanggal 9 Muharram (Tasu'a). Tapi Allah SWT berkehendak lain. Sebelum terlaksananya shaum hari ke-9 itu, Allah SWT memanggil Nabi Saw ke haribaan-Nya.

Untuk itulah, para fuqaha menyebut shaum hari ke-9 ini sebagai Sunnah Hammiyyah. Akhirnya hingga hari ini, syariat (sunnat) shaum Asyura yang keutamaannya sebagai kifarat bagi dosa-dosa setahun yang telah lalu terdiri dari dua hari; tanggal 9 (Tasu'a) dan tanggal 10 (Asyura) bulan Muharram. Semoga kita bisa meraihnya. Amin***.cheers


0 comments:

Post a Comment

Langganan Artikel

Dengan mengisi data di sini, sobat akan menerima artikel-artikel baru dari kangyosep.blogspot.com

Masukkan alamat email sobat di sini:

Dipersembahkan oleh: LANGGANAN KAMI