Wilujeng Sumping, alias SELAMAT DATANG... di blog simkuring... moga-moga aya manfaat nu tiasa katampi... hapunten nu kasuhun... bilih aya raheut manah...

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

23 April 2009

Manusia Ideal (1)

Pernahkah terlintas dalam pikiran Anda, "Bagaimanakah sosok manusia ideal?". Jika kita menggunakan teori Darwin, secara ragawi, kini manusia sudah berada dalam postur tubuh yang ideal. Mengapa bisa begitu? Eh ingat 'kan, berdasarkan teori Darwin, raga manusia berevolusi dari seekor "qirdun" menjadi "ahsani taqwim" seperti kita lihat hari ini. Tapi, itu 'kan dalam tinjauan Darwin. Sebenarnya nggak begitu. Sejak awal tubuh manusia sudah ideal. Yang membedakan adalah soal ganteng atau kurang ganteng, soal "geulis" dan "kurang geulis", kata sebagian pengamat kecakapan manusia.

Berdasarkan teori hakiki, nilai fitri manusia, Manusia ideal itu adalah manusia yang bisa mengemban amanah selaku khalifah fil ardh. Itu tuch, sebagaimana dilafadkan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah. Tau/nggak?! Buka di ayat yang ke-30. Lalu, "bisa mengemban amanah" itu bagaimana maksudnya?! Kata Malaikat, "Seseorang tidak dapat mengemban amanah tatkala ia berbuat kerusakan di bumi ini dan saling menumpahkan darah". Saling bunuh membunuh. Peperangan 'kan, maksudnya?! Soal saling berbunuhan atau peperangan, jelas, peperangan yang sifatnya opensif, hiper aktif dan egoisme manusia dalam meraih apa yang ia inginkan. Kalau peperangan defensif, artinya bisa dikatakan "pembelaan diri" itu 'kan kewajiban manusia dalam mewujudkan sebuah keberanian.
Tapi yang jadi soal, berbuat kerusakan di bumi itu seperti apa? Dalam Al-Quran, ada manusia yang berbuat kerusakan tapi ia sendiri tidak menyadarinya. Nah, itulah "al-mufsid" (perusak) yang tidak layak disebut sebagai manusia ideal. Siapakah mereka? Buka lagi dalam QS Al-Baqarah. Adanya di awal-awal surat qho?!!!

Biografi Kartini

Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ia adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.

Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.

Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.

Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, dimana kondisi sosial saat itu perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.

Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.
Makam R.A. Kartini di Bulu, Rembang.

Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka. Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, RM Soesalit, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.

Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.

Surat-surat

Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa. Abendanon saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang artinya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya". Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan pada 1911. Buku ini dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan terakhir terdapat tambahan surat Kartini.

Pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran, yang merupakan terjemahan oleh Empat Saudara. Kemudian tahun 1938, keluarlah Habis Gelap Terbitlah Terang versi Armijn Pane seorang sastrawan Pujangga Baru, dengan pembagian buku menjadi lima bab pembahasan untuk menunjukkan perubahan cara berpikir Kartini sepanjang waktu korespondensinya. Versi ini sempat dicetak sebanyak sebelas kali. Dalam bahasa Inggris, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan oleh Agnes L. Symmers. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dan Sunda.

Terbitnya surat-surat Kartini, seorang perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya juga menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia, antara lain W.R. Soepratman yang menciptakan lagu berjudul Ibu Kita Kartini.

Pemikiran

Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht, Zelf- vertrouwen dan Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semua itu atas dasar Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air).

Surat-surat Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Pada perkenalan dengan Estelle "Stella" Zeehandelaar, Kartini mengungkap keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu.

Pandangan-pandangan kritis lain yang diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah kritik terhadap agamanya. Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Ia mengungkapkan tentang pandangan bahwa dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. "...Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu..." Kartini mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah.

Surat-surat Kartini banyak mengungkap tentang kendala-kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi perempuan Jawa yang lebih maju. Meski memiliki seorang ayah yang tergolong maju karena telah menyekolahkan anak-anak perempuannya meski hanya sampai umur 12 tahun, tetap saja pintu untuk ke sana tertutup. Kartini sangat mencintai sang ayah, namun ternyata cinta kasih terhadap sang ayah tersebut juga pada akhirnya menjadi kendala besar dalam mewujudkan cita-cita. Sang ayah dalam surat juga diungkapkan begitu mengasihi Kartini. Ia disebutkan akhirnya mengizinkan Kartini untuk belajar menjadi guru di Betawi, meski sebelumnya tak mengizinkan Kartini untuk melanjutkan studi ke Belanda ataupun untuk masuk sekolah kedokteran di Betawi.

Keinginan Kartini untuk melanjutkan studi, terutama ke Eropa, memang terungkap dalam surat-suratnya. Beberapa sahabat penanya mendukung dan berupaya mewujudkan keinginan Kartini tersebut. Ketika akhirnya Kartini membatalkan keinginan yang hampir terwujud tersebut, terungkap adanya kekecewaan dari sahabat-sahabat penanya. Niat dan rencana untuk belajar ke Belanda tersebut akhirnya beralih ke Betawi saja setelah dinasihati oleh Nyonya Abendanon bahwa itulah yang terbaik bagi Kartini dan adiknya Rukmini.

Pada pertengahan tahun 1903 saat berusia sekitar 24 tahun, niat untuk melanjutkan studi menjadi guru di Betawi pun pupus. Dalam sebuah surat kepada Nyonya Abendanon, Kartini mengungkap tidak berniat lagi karena ia sudah akan menikah. "...Singkat dan pendek saja, bahwa saya tiada hendak mempergunakan kesempatan itu lagi, karena saya sudah akan kawin..." Padahal saat itu pihak departemen pengajaran Belanda sudah membuka pintu kesempatan bagi Kartini dan Rukmini untuk belajar di Betawi.

Saat menjelang pernikahannya, terdapat perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa. Ia menjadi lebih toleran. Ia menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra kala itu. Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami tidak hanya mendukung keinginannya untuk mengembangkan ukiran Jepara dan sekolah bagi perempuan bumiputra saja, tetapi juga disebutkan agar Kartini dapat menulis sebuah buku.

Buku

* Habis Gelap Terbitlah Terang

Sampul buku versi Armijn Pane.

Pada 1922, oleh Empat Saudara, Door Duisternis Tot Licht disajikan dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang; Boeah Pikiran. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pustaka. Armijn Pane, salah seorang sastrawan pelopor Pujangga Baru, tercatat sebagai salah seorang penerjemah surat-surat Kartini ke dalam Habis Gelap Terbitlah Terang. Ia pun juga disebut-sebut sebagai Empat Saudara.

Pada 1938, buku Habis Gelap Terbitlah Terang diterbitkan kembali dalam format yang berbeda dengan buku-buku terjemahan dari Door Duisternis Tot Licht. Buku terjemahan Armijn Pane ini dicetak sebanyak sebelas kali. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Armijn Pane menyajikan surat-surat Kartini dalam format berbeda dengan buku-buku sebelumnya. Ia membagi kumpulan surat-surat tersebut ke dalam lima bab pembahasan. Pembagian tersebut ia lakukan untuk menunjukkan adanya tahapan atau perubahan sikap dan pemikiran Kartini selama berkorespondensi. Pada buku versi baru tersebut, Armijn Pane juga menciutkan jumlah surat Kartini. Hanya terdapat 87 surat Kartini dalam "Habis Gelap Terbitlah Terang". Penyebab tidak dimuatnya keseluruhan surat yang ada dalam buku acuan Door Duisternis Tot Licht, adalah terdapat kemiripan pada beberapa surat. Alasan lain adalah untuk menjaga jalan cerita agar menjadi seperti roman. Menurut Armijn Pane, surat-surat Kartini dapat dibaca sebagai sebuah roman kehidupan perempuan. Ini pula yang menjadi salah satu penjelasan mengapa surat-surat tersebut ia bagi ke dalam lima bab pembahasan.

* Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya

Surat-surat Kartini juga diterjemahkan oleh Sulastin Sutrisno. Pada mulanya Sulastin menerjemahkan Door Duisternis Tot Licht di Universitas Leiden, Belanda, saat ia melanjutkan studi di bidang sastra tahun 1972. Salah seorang dosen pembimbing di Leiden meminta Sulastin untuk menerjemahkan buku kumpulan surat Kartini tersebut. Tujuan sang dosen adalah agar Sulastin bisa menguasai bahasa Belanda dengan cukup sempurna. Kemudian, pada 1979, sebuah buku berisi terjemahan Sulastin Sutrisno versi lengkap Door Duisternis Tot Licht pun terbit.

Buku kumpulan surat versi Sulastin Sutrisno terbit dengan judul Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya. Menurut Sulastin, judul terjemahan seharusnya menurut bahasa Belanda adalah: "Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsa Jawa". Sulastin menilai, meski tertulis Jawa, yang didamba sesungguhnya oleh Kartini adalah kemajuan seluruh bangsa Indonesia.

Buku terjemahan Sulastin malah ingin menyajikan lengkap surat-surat Kartini yang ada pada Door Duisternis Tot Licht. Selain diterbitkan dalam Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya, terjemahan Sulastin Sutrisno juga dipakai dalam buku Kartini, Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan Suaminya.

* Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904

Buku lain yang berisi terjemahan surat-surat Kartini adalah Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904. Penerjemahnya adalah Joost Coté. Ia tidak hanya menerjemahkan surat-surat yang ada dalam Door Duisternis Tot Licht versi Abendanon. Joost Coté juga menerjemahkan seluruh surat asli Kartini pada Nyonya Abendanon-Mandri hasil temuan terakhir. Pada buku terjemahan Joost Coté, bisa ditemukan surat-surat yang tergolong sensitif dan tidak ada dalam Door Duisternis Tot Licht versi Abendanon. Menurut Joost Coté, seluruh pergulatan Kartini dan penghalangan pada dirinya sudah saatnya untuk diungkap.

Buku Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904 memuat 108 surat-surat Kartini kepada Nyonya Rosa Manuela Abendanon-Mandri dan suaminya JH Abendanon. Termasuk di dalamnya: 46 surat yang dibuat Rukmini, Kardinah, Kartinah, dan Soematrie.

* Panggil Aku Kartini Saja

Sampul Panggil Aku Kartini Saja.

Selain berupa kumpulan surat, bacaan yang lebih memusatkan pada pemikiran Kartini juga diterbitkan. Salah satunya adalah Panggil Aku Kartini Saja karya Pramoedya Ananta Toer. Buku Panggil Aku Kartini Saja terlihat merupakan hasil dari pengumpulan data dari berbagai sumber oleh Pramoedya.

* Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya

Akhir tahun 1987, Sulastin Sutrisno memberi gambaran baru tentang Kartini lewat buku Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya. Gambaran sebelumnya lebih banyak dibentuk dari kumpulan surat yang ditulis untuk Abendanon, diterbitkan dalam Door Duisternis Tot Licht.

Kartini dihadirkan sebagai pejuang emansipasi. Dalam kumpulan itu, surat-surat Kartini selalu dipotong bagian awal dan akhir. Padahal, bagian itu menunjukkan kemesraan Kartini kepada Abendanon. Banyak hal lain yang dimunculkan kembali oleh Sulastin Sutrisno.

* Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903

Sebuah buku kumpulan surat kepada Stella Zeehandelaar periode 1899-1903 diterbitkan untuk memperingati 100 tahun wafatnya. Isinya memperlihatkan wajah lain Kartini. Koleksi surat Kartini itu dikumpulkan Dr Joost Coté, diterjemahkan dengan judul Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903.

"Aku Mau ..." adalah moto Kartini. Sepenggal ungkapan itu mewakili sosok yang selama ini tak pernah dilihat dan dijadikan bahan perbincangan. Kartini berbicara tentang banyak hal: sosial, budaya, agama, bahkan korupsi.

Kontroversi

Ada kalangan yang meragukan kebenaran surat-surat Kartini. Ada dugaan J.H. Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan saat itu, merekayasa surat-surat Kartini. Kecurigaan ini timbul karena memang buku Kartini terbit saat pemerintahan kolonial Belanda menjalankan politik etis di Hindia Belanda, dan Abendanon termasuk yang berkepentingan dan mendukung politik etis. Hingga saat ini pun sebagian besar naskah asli surat tak diketahui keberadaannya. Menurut almarhum Sulastin Sutrisno, jejak keturunan J.H. Abendanon pun sukar untuk dilacak Pemerintah Belanda.

Penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar juga agak diperdebatkan. Pihak yang tidak begitu menyetujui, mengusulkan agar tidak hanya merayakan Hari Kartini saja, namun merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember. Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia lainnya, karena masih ada pahlawan wanita lain yang tidak kalah hebat dengan Kartini. Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah. Dan berbagai alasan lainnya.

Sedangkan mereka yang pro malah mengatakan Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja, melainkan adalah tokoh nasional artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara pikirnya sudah melingkupi perjuangan nasional. (wikipedia.org)

15 April 2009

Aisha Roberson: "Jalan Menuju Kebenaran Hakiki"

Interaksi dengan teman-teman Muslim selama emapat tahun masa kuliahnya telah memberi pengaruh yang besar dalam kehidupan seorang Aisha Robertson. Interaksi itu membawa Aisha yang semula menganut agama Kristen pada jalan Islam, agama yang ia peluk sejak tahun 1991.

"Selama empat tahun, saya bergaul dengan teman-teman Muslim dan Muslimah. Mereka semua sangat baik dan banyak membantu saya menuju jalan kebenaran dengan sabar dan telaten," kata Aisha, nama Islam yang digunakan setelah mengucapkan dua kalimah syahadat.

Ketika itu, Aisha sedang menyelesaikan gelar masternya di bidang sejarah. Aisha yang kini berprofesi sebagai guru dan penulis lepas di Wisconsin, AS sebelumnya sudah menyelesaikan gelar kesarjanaan di bidang pendidikan dari Universitas Wisconsin.

Aisha mulai mempelajari Islam secara formal dua tahun sebelum ia memutuskan pindah agama ke Islam. Suatu malam di bulan Agustus tahun 1991, Aisha mencoba mencari berbagai referensi tentang kekristenan di dalam al-Quran. Saat itu, masih ada hal yang mengganjal hatinya dan mencegahnya memutuskan untuk memeluk Islam. Namun ia meyakini adanya jalan "kebenaran" dan jalan langsung untuk berdialog dengan Tuhan.

"Selama ini saya tidak pernah secara penuh menerima konsep-konsep dalam agama Kristen, yang mengatakan bahwa Kristen adalah jalan satu-satunya menuju Tuhan. Saya pernah menanyakan konsep Trinitas pada seorang pendeta, tapi ia tidak bisa menjawabnya yang membuat saya makin ragu dengan ajaran Kristen. Pendeta itu hanya menasehati saya untuk menerima saja konsep Trinitas itu sebagai sebuah keimanan," tutur Aisha.

Ia melanjutkan,"Dengan kata lain, ajaran Kristen tidak perlu masuk akal. Saya diminta mengimani saja konsep itu apa adanya, jika tidak berarti saya bukan seorang penganut Kristen yang baik. Hal ini sangat mengganggu saya. Saya berpikir, untuk apa Tuhan memberikan manusia akal dan pikiran jika kita tidak menggunakannya ketika kita menyangkut masalah penyembahan padaNya."

Itulah awal Aisha tergerak untuk mempelajari agama lain. Ketika berkunjung ke Jepang, Aisha sempat belajar agama Budha. Tapi ia merasa tidak nyaman karena harus menundukkan diri pada patung Budha. Ia pun kembali berusaha untuk menerapkan ajaran Kristen yang ia anut. Ketika itu, Aisha belum tahu sama sekali tentang Islam. Yang ia pahami, Islam hanyalah budaya dan tradisi orang-orang Arab. "Sebuah pemikiran yang sulit dipercaya. Sebagai seorang mahasiswi yang mempelajari sejarah, bagaimana bisa saya memiliki pandangan yang salah tentang Islam. Ini sekaligus menjadi bukti bahwa buku-buku teks sejarah yang ditulis Barat sudah dengan tidak adil bersikap bias terhadap Islam." papar Aisha.

Akhirnya, malam itu, pencarian dan semua tanya Aisha terjawab. "Alhamdulillah. Saya membaca surat Al-Maidah ayat 82 sampai 85 dan malam itu saya makin yakin bahwa jauh di dalam lubuk hati saya, saya benar-benar ingin menjadi seorang Muslim," ujar Aisha.

Ia mengungkapkan, salah satu aspek yang sangat mempengaruhi keinganannya masuk Islam adalah karena ia melihat bukan hanya Muslim yang begitu semangat dan dengan bangga menjalankan ajaran Islam, tapi juga Muslim yang begitu toleran dengannya yang ketika itu masih seorang non-Muslim.

"Saya menemui banyak sekali Muslim yang seperti itu di Universitas. Saya melihat seorang Muslimah asal Malaysia, dengan anggun mengenakan jilbab dan baju Muslimnya yang panjang dan tanpa canggung berjalan ke kursinya di kelas. Saya bertemu dengan seorang Muslim yang sering datang ke toko buku tempat saya bekerja. Penampilannya selalu terlihat rapi dan bersih," ungkap Aisha.

Setelah memeluk Islam, barulah ia mengerti mengapa Muslim yang dijumpainya selalu terlihat segar dan bersih. Karena seorang Muslim berwudhu lima kali dalam sehari.

Suatu kali dalam perjalanan dengan pesawat terbang, pesawat yang ditumpangi Aisha mengalami turbulensi. Laki-laki yang duduk di sebelah Aisha, yang ternyata seorang pilot, dengan ramah dan sopan mencoba menenangkan Aisha yang gelisah dan ketakutan bahwa semuanya akan baik-baik saja sambil menjelaskan pada Aisha bagaimana pesawat bekerja dalam menghadapi kondisi semacam itu. Belakangan Aisha tahu, bahwa pilot yang dijumpainya itu adalah seorang Muslim.

"Akhirnya saya tahu bahwa mereka adalah Muslim dari berbagai penjuru dunia. Saya kagum dengan cara mereka membawa diri dan menyaksikan betapa mereka bangga menjadi seorang Muslim. Mereka juga sangat toleran dan baik pada saya yang non-Muslim," ujar Aisha.

Setahun sebelum Aisha bertekad masuk Islam, Aisha melihat pengumuman dialog Kristen dan Islam di majalah dinding gereja yang sering ia kunjungi. Di buletin itu Aisha membaca sedikit informasi tentang Islam. Yang membuat ia kagum, dalam buletin itu disebutkan bahwa saat itu ada sekitar satu milyar Muslim di seluruh dunia.

"Jumlah orang Arab saja tidak sampai satu milyar. Itu artinya Islam adalah agama untuk semua orang. Jika begitu banyak orang yang menganut Islam, pastilah ada kebenaran dalam agama itu," pikir Aisha.

Aisha tidak menghadiri dialog tersebut, tapi ia pergi ke perpustakaan untuk mencari arti al-Quran dalam bahasa Inggris. Tiga hari Aisha membaca terjemahan al-Quran dan ia mengakui bahwa Islam ada cara hidup dan berdasarkan pada keseimbangan antara keadilan dan pengampunan. Sejak itu Aisha bertekad untuk mencari tahu lebih banyak tentang Islam.

Beruntung, di universitasnya ada cabang organisasi Muslim Student Association. Dari sanalah Aisha banyak mendapatkan buklet-buklet berisi informasi tentang Islam dan berkenalan dengan para mahasiswa dan mahasiswi Muslim. "Saya banyak bertanya pada mereka tentang Islam, tapi tak satupun dari mereka yang mendorong-dorong saya untuk pindah agama. Saya mengagumi kesabaran mereka menjawab semua rasa keingintahuan saya tentang Islam," ungkap Aisha.

Setelah menjadi seorang Muslim, Aisha mengaku sangat bersyukur atas hidayah yang telah diberikan Allah swt padanya. "Saat itu saya seperti melangkah di atas angin. Saya ingin sekali belajar salat dan mengenakan jilbab, meski saya tahu orang akan menatap aneh pada saya dan memberikan komentar yang tidak mengenakkan," tutur Aisha.

Seperti mualaf pada umumnya, Aisha melalui masa-masa sulit untuk menjelaskan pada keluarga bahwa ia sudah menjadi seorang Muslim. Hampir semua teman non-Muslim Aisha menolaknya, tapi Allah swt memberi ganti teman-teman yang lebih baik buat Aisha.

"Saya pikir, cara terbaik untuk mengungkapkan rasa terima kasih saya pada Allah swt atas hadiah keimanan yang sangat berharga ini adalah dengan mengatakan bahwa hari-hari terburuk dan tersulit saya sebagai seorang Muslim jauh lebih indah dibandingkan hari-hari terbaik saya saat masih menjadi non-Muslim," tandas Aisha. (ln/readislam/iol)

11 April 2009

Pesawat Misi Penginjilan

Persekutuan Misi Aviasi (Mission Aviation Fellowship - MAF) di AS baru-baru ini menerima pesanan desain khusus untuk pesawat misi injil

Hidayatullah.com--Kabarnya, pesawat desain baru ini merupakan “buah pertama” selama 11 tahun pencarian pesawat dengan biaya paling efisien untuk pelayanan yang lebih baik bagi agen-agen misionaris Kristen.

Perusahaan pembuatan pesawat Quest Aircraft Co. di Sandpoint, Idaho mengirimkan KODIAK 100 yang pertama dari generasi terbaru dari pesawat pengangkut yang diproduksi untuk MAF pada Kamis lalu.

Pesawat tersebut telah lama ditunggu-tunggu sebagai hasil dari pertukaran visi antara MAF dan Quest untuk mendesain sebuah pesawat terbang dengan bahan bakar jet yang lebih murah daripada bahan bakar gas (avgas), selain persediaannya juga lebih banyak.

Kebanyakan armada yang dimiliki MAF adalah Cessna 206 (C206), membutuhkan bahan bakar avgas yang persediaannya seringkali terbatas dan harganya mahal di daerah-daerah tempat kelompok misi beroperasi.

Selain itu juga, KODIAK 100 dapat membawa hampir dua kali muatan – seperti bantuan obat, makanan atau logistik untuk bencana melalui C206 dan juga akan membantu MAF dalam meningkatkan penyaluran secara dramatis, selain juga dapat memangkas biaya.

"Penerbangan, dalam banyak pandangan, merupakan hati dan jiwa untuk dapat menjangkau orang-orang yang tidak terjangkau di dunia,” ujar John Boyd, presiden sekaligus direktur utama MAF-USA.

Pesawat terbang bagi misionaris ini dapat membawa orang ke daerah-daerah yang tidak memiliki sarana jalan. Mereka dapat mengirimkan makanan, obat-obatan, dan persediaan lainnya ketika fasilitas jalan dianggap mustahil.

"KODIAK ini merupakan “buah pertama” dari hasil komitmen kerjasama, dan merupakan suatu mimpi menakjubkan yang menjadi kenyataan,” katanya. Sungguh tangan Tuhan turut bekerja keras di dalamnya. Pekerjaan-Nya akan terlaksana, karena kami telah dapat bekerjasama untuk membuat apa yang terjadi pada hari ini menjadi kenyataan.”

Pada beberapa tahun berikutnya, MAF akan mengganti 20 Cessna 206-nya dengan pesawat berbahan bakar jet, juga untuk KODIAK 100’s atau Cessna Caravan.

Keuntungan dari penjualan komersial pesawat udara akan mensubsidi sebagian biaya masing-masing ke-11 pesawat yang akan diproduksi. Ke-11 pesawat tersebut akan diberikan kepada organisasi nirlaba Kristiani dan organisasi penerbangan kemanusiaan.

Sebelas tahun lalu, MAF telah membantu dalam upaya pengumpulan dana dan penanaman modal guna terealisasinya pembuatan KODIAK 100.

Kelompok-kelompok misi penerbangan lainnya yang tergabung dalam MAF dalam penggalangan dana untuk dimulainya proyek Quest meliputi: Air Serv International, New Tribes Mission, Wycliffe Bible Translators JAARS, Mercy Air South Africa, Zululand Mission Air Transport, Misio’n Padamo, Proyek AmaZon, Gereja Advent Hari Ketujuh, Adventist World Aviation, Flying Mission, Moody Bible Institute, Samaritan Aviation, Arctic Barnabas Ministries, Christian Light Foundation, dan Asas de Socorro.

Di samping agen-agen misionaris, KODIAK 100 juga akan dipakai oleh kelompok-kelompok kemanusiaan dan operator penerbangan komersial bagi negara-negara tertinggal.

"Pesawat Quest dibuat untuk situasi sulit, penerbangan bagi negara tertinggal dalam mengoperasikan organisasi penerbangan misi di seluruh dunia berbasis “biaya,” ujar Paul Schaller, presiden sekaligus direktur utama Quest Aircraft Co.”Pengiriman pesawat bernomor seri SN0011 kepada MAF adalah yang pertama di antara beberapa pesawat yang didedikasikan untuk membantu orang-orang dalam penyebaran Injil.”

Penyerahan KODIAK 100 terbaru ini dilakukan dalam sebuah upacara resmi di depan publik bertempat di markas besar MAF di Nampa, Idaho, pada 2 Mei mendatang. Pesawat akan melakukan tur penerbangan ke beberapa kota pada musim panas ini, sebelum kemudian diangkut ke Papua, Indonesia, untuk tujuan pelayanan.

Didirikan pada 1945, MAF telah memberikan dukungan bantuan kepada kelompok-kelompok misionaris berupa transportasi untuk menjangkau lokasi-lokasi terpencil serta menyediakan ahli-ahli komunikasi, teknologi, dan pendidikan bagi orang-orang yang terisolasi di seluruh dunia.

Kelompok misi tersebut bekerjasama dengan lebih dari 1.000 organisasi Kristiani dan kemanusiaan yang memerlukan untuk dapat pergi ke daerah-daerah terisolasi di dunia. MAF, dengan 134 pesawat terbang pengangkut, melayani di 54 negara dan rata-rata melakukan 281 penerbangan lintas Afrika, Asia, Eurasia, dan Amerika Latin setiap hari. [chtp/www.hidayatullah.com]

TIT: Ajang Silaturrahmi Pemuda Persis


Temu Ilmiah dan Ta'aruf Nasional Pemuda Persis merupakan ajang silaturrahmi seluruh komponen anggota Pemuda Persis se-Indonesia. Dalam acara ini, tersedia berbagai wahana untuk meningkatkan ikatan persaudaraan sesama anggota Pemuda Persis. Pada tahun yang lalu acara TIT diselenggarakan di Pesantren Persis Benda - Tasikmalaya.

Langganan Artikel

Dengan mengisi data di sini, sobat akan menerima artikel-artikel baru dari kangyosep.blogspot.com

Masukkan alamat email sobat di sini:

Dipersembahkan oleh: LANGGANAN KAMI